skip to main | skip to sidebar

Pages

Minggu, 19 Desember 2010

Pemberdayaan Masyarakat dan Kurang Gizi


Konteks Pemberdayaan Masyarakat lebih banyak diarahkan ke masyarakat yang tinggal di pedesaan. Karena sebagian besar masyarakat Indonesia tinggal di pedesaan, begitu pula dengan Propinsi Nusa Tenggara Timur. Menurut BPS Propinsi NTT pada Oktober 2008 Jumlah Penduduk NTT: 4,53 juta jiwa sedangkan jumlah penduduk miskin pada tahun 2007 sebanyak 1,16 juta jiwa (27,51 %) dimana 89,27 % berada di pedesaan. Umumnya penduduk di pedesaan bermata pencaharian di sektor pertanian.

Tingginya penduduk miskin yang berada di pedesaan ;menunjukkan ;indikitator ketidak-mampuan masyarakat pedesaan untuk memenuhi kebutuhan mereka yang disebabkan oleh rendahnya pendidikan, keterampilan, juga ditunjang oleh faktor alam tentunya, serta faktor-faktor lainnya.

Sudah banyak kegiatan yang mengatas-namakan “Pemberdayaan Masyarakat” untuk mengentaskan kemiskinan ini mulai dari: BUTSI, SP3 (Depdikbud), SP2W (Bappenas), TKPMP (Depnaker), FK (Depdagri). PPK dan P2KP yang sekarang menjelma menjadi PNPM MP, dirana pertanian sekarang sedang di implementasikan program “Desa Mandiri Pangan”. Sementara itu juga ada banyak program-program lain yang dimplementasikan oleh Lembaga-lembaga non pemerintah (NGO) baik lokal, nasional maupun international (Marjono).

Pemberdayaan Masyarakat sangat sering diucapkan setiap kali ada kegiatan yang berkaitan dengan masyarakat yang diselenggarakan oleh pemerintah atau lembaga-lembaga non pemerintah tadi.

Pemberdayaan berarti memampukan dan memandirikan masyarakat dan desa. Upaya pemberdayaan masyarakat harusnya dipahami sebagai transformasi dari ketergantungan menuju kemandirian.

Menurutt Tjakrawardaya (2009), Pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sedang sebagai tujuan, pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial. Yaitu menjadi masyarakat atau kelompok miskin yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial. termasuk memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.

Beberapa upaya untuk memberdayakan masyarakat pedesaan umumnya sebagai upaya membebaskan masyarakat dari kemiskinan, utamanya pada aras usaha mikro di pedesaan, diharapkan dapat memberikan 4 (empat) akses minimal, yaitu, akses pada sumberdaya, teknologi, informasi dan sumber pembiayaan (Marjono, 2009)

Tak pelak lagi untuk memberdayakan masyarakat hal yang mutlak harus Kita lakukan adalah meningkatkan kapasitas masyarakat melalui berbagai pelatihan dan kegiatan lainnya agar mereka mampu mempunyai akses terhadap sumberdaya, teknologi, informasi  dan sumber pembiayaan. Efek lanjutannya melalui “pemberdayaan” agar masyarakat mampu mendefinisikan dan memenuhi kebutuhan mereka sendiri.

Tak kalah penting  juga, masyarakat diberikan kesempatan menentukan pilihan terhadap program pembangunan untuk mereka, mulai dari proses perencanaan, pengambilan keputusan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasinya. Sehingga program pembangunan tersebut tidak akan  menciptakan ketergantungan.

Perubahan Perilaku

Kurt Lewin (1970) berpendapat bahwa perilaku manusia adalah suatu keadaan yang seimbang antara kekuatan-kekuatan pendorong (driving forces) dan kekuatan-kekuatan penahan (restrining forces). Perilaku ini dapat berubah apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut didalam diri seseorang.  Bila Kekuatan-kekuatan pendorong meningkat dan kekuakatn penahan menurun akan terjadi perubahan perilaku. Hal ini terjadi karena adanya stimulus-stimulus yang mendorong untuk terjadinya perubahan-perubahan perilaku.

Stimulus tersebut dapat berupa pelatihan-pelatihan, penyuluhan-penyuluhan atau informasi-informasi, ataupun regulasi sehubungan dengan perubahan perilaku yang dikehendaki. Kegiatan stimulus  ini umumnya sudah dilakukan oleh Lembaga-lembaga Pemerintah dan Non Pemerintah, namun apakah itu sudah efektif apa belum? Itu yang jadi bahan pemikiran Kita bersama-sama.

Sedangkan faktor-faktor penahan yang ada dimasyarakat sendiri dapat berasal dari adat istiadat, tabu dan norma-norma warisan nenek moyang, dan juga kepentingan individu yang akan menghalangi adanya perubahan perilaku. Kesemua faktor tersebut akan sangat susah dikurangi bila tidak dengan upaya yang terus menerus dan adanya dukungan dari semua pihak, baik pemerintah setempat, tokoh masyarakat, tokoh agama dan masyarakat itu sendiri sebagai suatu sistem.

Masalah Kurang Gizi

Kurang Gizi merupakan suatu kondisi dimana terjadinya ketidak keseimbangan antara gizi yang dibutuhkan dengan asupan makanan ke dalam tubuh manusia. Artinya yang masuk lebih sedikit dibandingkan dengan kebutuhan dalam jangka waktu yang cukup lama.

Menurut data dinas kesehatan NTT, sejak awal Januari sampai 13 Juni 2008 tercatat 23 anak balita di Nusa Tenggara Timur meninggal dunia karena gizi buruk. Secara keseluruhan, sejumlah 12.818 anak balita di NTT mengalami gizi buruk dan 72.067 balita menderita gizi kurang.

Bila mengacu kepada konsep pemberdayaan masyarakat, maka mengatasi masalah kurang gizi harusnya menitikberatkan  pada “menghapuskan penyebab Kurang Gizi ” bukan pada “penghapusan Kurang Gizi itu sendiri”semata seperti halnya dengan memberikan bantuan- bantuan yang sifatnya kuratif atau sementara. Memang tidak salah dengan yang berisifat kuratif tapi harus bersifat emergency dan dalam waktu singkat saja.

Sudah banyak  institusi yang melakukan riset terutama di Nusa Tenggara Timur umumnya hasil riset menjelaskan bahwa penyebab permasalahan Kurang Gizi adalah antara lain: praktek pengasuhan yang buruk dalam keluarga, sangat terbatasnya keragaman pada makanan khususnya untuk Balita, adanya tabu, kualitas pangan yang buruk, frekuensi penyakit pada anak yang tinggi dengan khususnya diare dan malaria yang mempengaruhi asupan zat gizi, terbatasnya kapasitas produksi pangan yang dipengaruhi oleh hujan yang tidak menentu dan musim kering  yang panjang, dan terbatasnya peluang mata pencaharian di luar bertani. Kurangnya kesadaran dan pengetahuan tentang gizi yang baik adalah faktor yang ikut memberi kontribusi terhadap sejumlah penyebab ini.

Penyebab masalah itulah yang harus diatasi. Dengan diberdayakan, Masyarakat akan diharapkan mampu mengatasi permasalahannya sendiri dengan sumberdaya yang dimilikinya, serta sesuai dengan keahliannya. Selain itu juga melibatkan dukungan dan kepedulian pemerintah serta seluruh komponen masyarakat lainnya agar terjadinya perubahan perilaku masyarakat. Yang tujuan akhirnya untuk menghindari ketergantungan masyarakat dengan pihak luar

sumber : http://www.pnpm-perdesaan.or.id/

Artikel Terkait



0 comments:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...