skip to main | skip to sidebar

Pages

Selasa, 25 Januari 2011

Sejarah Ilmu Arkeologi

Oleh: Djulianto Susantio

Arkeologi lahir dan berkembang di Barat. Kata arkeologi berasal dari bahasa Yunani archaeos = purbakala dan logos = ilmu. Arkeologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari manusia masa lampau melalui peninggalan-peninggalan budaya yang tersisa sampai kini.

Arkeologi bermula dari suatu kegemaran atau hobi untuk memuaskan perasaan di hati seseorang. Lama-kelamaan minat tadi berubah, menjadi tantangan akan kemampuan berpikir.

Benda-benda kuno pada mulanya diminati oleh orang-orang tertentu di Eropa. Apalagi jika benda-benda itu dianggap menarik karena indah, aneh, atau langka. Terlebih yang berasal dari suatu zaman yang disebut-sebut kitab sejarah, legenda, atau dongeng. Ketika itu benda-benda dari zaman Yunani kuno, Romawi kuno, atau awal dari perkembangan suku bangsa Eropa menjadi barang buruan mereka.


Kegemaran

Pada abad ke-15 kemakmuran di Eropa sudah tinggi, meskipun tidak merata. Kemakmuran inilah yang memungkinkan kalangan tertentu mengembangkan kegemaran mengumpulkan benda-benda kuno. Karena ada barang kuno, maka perdagangan benda antik sangat menguntungkan.

Di kalangan tertentu, memiliki barang antik rupanya dianggap gengsi. Maka banyak rumah dibangun dengan arsitektur Yunani atau Romawi. Ada juga kalangan intelek yang selalu berdiskusi mengenai benda-benda yang dianggap berbobot. Ketika itu zaman klasik sangat diagung-agungkan oleh kaum intelektual Eropa.

Kesusastraan Yunani juga banyak diminati. Apalagi kesusastraan Yunani ini banyak terselamatkan dalam bentuk terjemahan bahasa Latin. Dengan demikian alam pikiran Yunani cukup dikenal oleh cendekiawan Eropa pada masa itu. Demikian pula dengan sejarah Yunani.

Minat dan kecenderungan orang akan hal ini menciptakan iklim yang subur untuk perkembangan ilmu pengetahuan di Italia, khususnya di pusat perdagangan Venesia dan Genoa. Lingkungan seperti ini kemudian mendorong alam pikiran bangsa Eropa untuk bergerak maju lagi. Maka kemudian timbul Renaissans. Filsafat dan matematika memberi kerangka berpikir untuk lebih mengenal dan mengerti alam lingkungan manusia.

Sifat kritis dan selalu ingin tahu menjadi ciri pikiran orang Barat. Berbagai ilmu kemudian berkembang dengan pesat. Di lain pihak, para pedagang Venesia dan Genoa mempunyai naluri bisnis. Mereka pergi ke berbagai tempat, termasuk ke negara-negara non Eropa. Dari sana mereka membawa berbagai kisah dan benda dari negara-negara yang mereka kunjungi. Hal ini membawa kesadaran pada orang-orang Eropa bahwa di luar lingkungannya masih banyak terdapat kebudayaan lain.

Perkembangan hingga abad ke-17 memperlihatkan kalangan tertentu masih mengagungkan kesusastraan Yunani. Selanjutnya minat yang mula-mula terpusat pada sejarah bangsa Eropa, berkembang lebih luas. Akibat kegiatan orang-orang berada dan terpelajar, terkumpullah benda-benda kuno dalam jumlah besar. Benda-benda tersebut kemudian disimpan dalam suatu tempat, semacam museum sekarang.

Museum sederhana ini didukung dan dikelola oleh perkumpulan orang terpelajar. Secara berkala mereka bertemu untuk mendiskusikan benda-benda tersebut. Mereka selalu menghubungkannya dengan kisah-kisah dari kesusastraan Yunani dan Romawi.


Injil

Beberapa cendekiawan berusaha menyusun kisah-kisah tentang masa lampau itu, meskipun uraiannya masih terbatas. Keadaan yang tidak disebut dalam kesustraan Yunani dan Romawi, tidak digarap. Baru kemudian mereka menggunakan sumber lain, kitab Injil.

Pada zaman ini pengumpul barang kuno yang melayani kebutuhan para kolektor memang amat berperan. Ini karena mereka sering bepergian ke luar negeri untuk mencari barang-barang yang menarik. Namun di luar itu, sekelompok cendekiawan di masing-masing negara, berupaya memperluas pengetahuan mengenai bangsanya sendiri.

Namun karena sumber pengetahuan mereka masih terbatas, kesimpulannya masih sangat samar-samar dan mirip dongeng. Bahkan mereka melakukan ekskavasi, bukan dengan tujuan dalam arti ilmiah, melainkan sekadar memperoleh benda-benda untuk koleksi.

Di dalam kesusastraan Yunani sesungguhnya ada petunjuk dan catatan yang dapat menjadi dasar yang luas akan masa lampau. Namun catatan-catatan itu sangat singkat, tidak tampak penting, dan tersebar pada berbagai sumber. Karena itu sumber-sumber tersebut banyak diabaikan.

Dalam catatan sejarah orang Athena abad ke-5 disinggung adanya bangsa dan kebudayaan di tempat tersebut sebelum zaman mereka. Ada juga catatan perjalanan orang Yunani yang mengisahkan tentang bangsa lain yang tingkat peradabannya dianggap lebih rendah. Orang Yunani sendiri rupa-rupanya juga tidak melihat dari perjalanan mereka adanya kenyataan bahwa kebudayaan itu tumbuh dari sederhana menjadi lebih maju.


Eropa

Kesadaran bahwa kebudayaan tumbuh melalui berbagai tahap baru ada di Eropa pada abad ke-18. Saat itu muncul pula ilmu-ilmu lain untuk membantu pengertian akan masa lampau.

Arkeologi lahir bersamaan di beberapa negara Eropa. Pada mulanya masing-masing ilmu arkeologi tidak saling berhubungan. Beberapa peristiwa besar tercatat di Eropa sejak berkembangnya ilmu arkeologi. Di Prancis, misalnya, sejak lama ditemukan kepingan-kepingan batu dengan bentuk khusus di dalam tanah dan permukaan tanah. Orang awam menyebutnya ’gigi halilintar’. Mereka menghubungkannya dengan makhluk halus.

Pada lapisan yang sama ditemukan pula tulang-tulang yang telah membatu (fosil). Karena belum diketahui metode untuk menghitung umur lapisan tanah, maka umur temuan itu tidak dapat diduga. Umur lapisan tanah baru diketahui setelah muncul ilmu geologi modern.

Pada pertengahan abad ke-19 muncul seorang ahli geologi Inggris Sir Charles Lyell yang mengajukan pendapat tentang temuan itu secara ilmiah. Dia membantah paham yang mengatakan bahwa kulit bumi terbentuk karena air bah sebagaimana kitab Injil. Sebaliknya dia mengajukan paham bahwa pembentukan kulit bumi terjadi karena pelapukan. Terjadinya lapisan-lapisan itu disebabkan perubahan daratan, lautan, dan aliran sungai.

Pada mulanya ilmu arkeologi belum dapat memanfaatkan sumbangan ilmu geologi. Di pihak lain temuan-temuan batu dengan bentuk khusus mulai menarik perhatian. Orang mulai yakin bahwa batu itu adalah alat yang dibuat oleh manusia.


Sistem Tiga Zaman

Setelah menerima teori Lyell, maka orang memberanikan diri untuk menyimpulkan bahwa manusia sudah ada di zaman yang jauh di masa lampau. Zaman itu telah tertimbun di dalam tanah dan membentuk lapisan tanah tertentu di lapisan bumi. Jika umur lapisan itu dapat dihitung, maka zaman ketika manusia purbakala itu hidup dapat diketahui.

Konsepsi-konsepsi yang timbul di Eropa itu mula-mula mengambil dasar yang sederhana. Tujuan utamanya memberikan arti yang kultur-historis kepada benda-benda arkeologi. Data arkeologis yang terjangkau, kemudian dipelajari dan diolah sedemikian rupa sehingga memperoleh model yang dapat dipertanggungjawabkan.

Sejak itu banyak pakar berusaha menciptakan teori-teori arkeologi. Salah satu teori yang dikenal luas hingga kini adalah teori ”Sistem Tiga Zaman’ yang diajukan Christian Jurgensen Thomsen dari Denmark.

Teori ini berprinsip di masa lampau telah ada perkembangan waktu berdasarkan urutan waktu tertentu. Uraian ini dilihat dari bahan-bahan utama yang digunakan untuk membuat alat-alat yang dipakai manusia masa lampau demi melangsungkan hidupnya. Maka lahirlah istilah zaman batu, zaman perunggu, dan zaman besi. Zaman batu adalah zaman yang tertua.

Sistem yang digunakan Thomsen merupakan sumbangan yang utama bagi ilmu arkeologi. Sistem ini menjadi alat untuk mengklasifikasikan benda-benda arkeologi. Sistem tiga zaman juga dianggap sebuah model teknologi karena memperhatikan perkembangan teknik pembuatan alat-alat kerja manusia.

sumber : http://hurahura.wordpress.com/2010/10/28/sejarah-ilmu-arkeologi/

Artikel Terkait



0 comments:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...