skip to main | skip to sidebar

Pages

Kamis, 18 November 2010

'The Girl with the Dragon Tattoo': Cerita Perempuan yang Mengerikan


Gambar

Jakarta - Ketika berumur 15 tahun, Stieg Larsson menyaksikan seorang gadis diperkosa oleh sekelompok bajingan. Sesal, bagi banyak orang, adalah hantu yang minta diselesaikan.

Larsson, seorang wartawan anggota organisasi buruh Komunis Swedia, tak pernah memaafkan dirinya yang tidak bisa menolong gadis bernama Lisbeth itu. Ia pun mengabadikan karakter Lisbeth dalam sebuah trilogi novel yang diterbitkan dan menjadi sensasi dunia sastra kontemporer setelah ia meninggal. Terjual lebih dari 20 juta kopi, novel 'The Girl with the Dragon Tattoo', novel pertama dari trilogi 'Millenium' (dua lainnya adalah 'The Girl Who Played with Fire' dan 'The Girl Who Kicked the Hornets' Nest') dengan segera diadaptasi menjadi film oleh sutradara Swedia, Niel Arden Oplev dan juga seri televisi.

Berasal dari sebuah negara dengan tingkat kriminalitas termasuk paling rendah di dunia, film 'The Girl with the Dragon Tattoo' mampu menghadirkan lanskap kengerian yang tersembunyi di balik pemandangan indah kota Stocklom dan pedesaan negara Swedia yang tampak aman-tenteram. Film ini menceritakan Mikael Blomkvist, seorang wartawan yang sedang menghadapi kasus pencemaran nama baik konglomeratHans-Erik Wennerström, yang dipanggil oleh Henrik Vanger untuk menyelidiki 'pembunuhan' Harriet Vanger, keponakan kesayangannya. Sebelum memilih Blomkvist, Vanger telah melakukan penyelidikan terhadap sejarah pribadi dan karir Blomkvist melalui seorang hacker Gothik bernama Lisbeth Salander.

Lisbeth sendiri adalah pribadi yang menarik. Ia dilecehkan secara seksual oleh ayahnya sejak kecil. Ia pun diperkosa oleh walinya, Nils Bjurman yang menguasai harta keluarganya. Setelah berhasil kabur dari kekuasaan walinya ini, Lisbeth bergabung dengan Blomkvist di Hedeby, sebuah 'istana' milik keluarga Vanger tempat berbagai kejahatan di masa lalu telah terjadi. Mereka memulai penyelidikan dengan mengumpulkan berbagai data dan fakta atas peristiwa yang terjadi pada tahun 1960. Mereka menghubungkan 'pembunuhan' Harriet dengan serangkaian pembunuhan keji yang menimpa para perempuan yang dekat dengan keluarga Vanger 40 tahun yang lalu.

Investigasi mereka bukan hanya membawa mereka ke dalam labirin kelam keluarga kaya raya ini, namun juga ke dalam persoalan politik yang menimpa Eropa di saat-saat itu. Tentu saja, keluarga Vanger tidak diam melihat seluruh catatan masa lalunya yang kejam terungkap. Di tengah salju yang mulai menebal di Hedeby, Blomkvist dan Lisbeth harus menghadapi anggota-anggota keluarga Vanger yang gerah dan siap membantai mereka. Film ini bisa dibilang merupakan salah satu film thriller kontemporer terbaik yang pernah dibuat di Eropa. Berpaku pada hukum-hukum genre thriller, semisal pembunuhan berantai dengan korban para perempuan, film 'The Girl with the Dragon Tattoo' tidak kehilangan 'rasa' Swedianya yang membuat film ini bukan sekadar aksen pada film Hollywood, namun sebuah karya yang pantas diingat (atau bahkan di-remake).

Larrisa Kyzer di Majalah L menulis bahwa apa yang membuat thriller Swedia (atau Eropa Utara pada umumnya) menarik adalah karena setting-nya yang sangat eksotik alias lain daripada yang lain serta keberadaan detektifnya yang tampak tenang meski dikelilingi berbagai persoalan berat. Dalam film-film Swedia, ketenangan dan kesunyian karakter dan lanskap Eropa Utara selalu dan menjadi bagian dari pergolakan mental yang lebih besar, yang biasanya berakar dari persoalan keluarga, entah dari sosok ibu yang dominan (film-film Ingmar Bergman) atau pun perkosaan dan pelecehan seksual dalam keluarga ('The Girl with Dragon Tattoo').

Seksisme (sifat kebencian pada perempuan) yang menjadi ciri thriller Amerika (misalnya, lewat film 'Psycho' (1960) dan 'Silence of the Lambs' (1991)) diletakkan dalam lanskap Swedia yang sunyi namun menekan. Karakter-karakter dalam film ini pun terasa sangat kuat dan dimainkan dengan empati yang sangat besar. Sosok Lisbeth Salander bisa dikatakan sebagai sosok paling penting dan menonjol dalam film ini. Dimainkan secara luar biasa oleh Noomi Rapace, karakter ini merupakan gambaran yang sangat hebat atas seseorang yang telah mengalami hal-hal paling buruk yang bisa dialami oleh seorang perempuan.

Dengan panjang mencapai 152 menit, film dengan plot rapi macam desain furnitur Swedia ini, tidak hanya mampu menghadirkan atmosfer kengerian di tengah sebuah masyarakat maju yang tenang dan intelektual, tapi juga sebuah cerita yang akan di-remake oleh David Fincher tahun depan -- kali ini untuk Hollywood.

Veronika Kusumaryati
, belajar di Departemen Kajian Film Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta. Ia salah seorang pendiri Klub Kajian Film IKJ. Kini bekerja sebagai kurator film. (mmu/mmu)

sumber : http://movie.detikhot.com/

Artikel Terkait



0 comments:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...