Hutan kayu putih
Dana publik dan swasta dinilai sebagai skema baru untuk pendanaan kompensasi reducing emision for deforestation degradation (REDD).
"Dua skema itu saat ini menjadi topik dalam implementasi REDD, UN (United Nations) sendiri saat ini juga membahasnya," kata penggiat lingkungan hidup Down To Earth B Steni di Depok, Sabtu 24 April 2010.
Studi menunjukkan, dibutuhkan dana sebesar US$ 25 miliar per tahun guna membuat hutan kembali pulih. "Perdebatannya sekarang swasta atau pasar lebih memungkinkan untuk masuk ketimbang dana publik," ujar dia.
Steni menambahkan beberapa perusahaan bahkan telah menyatakan kesiapannya untuk mendanai.
Persoalannya, dia melanjutkan, jika swasta masuk, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. "Perlu ada batasan-batasan yang jelas," kata dia.
Steni mengambil contoh implementasi di Ekuador, Amerika Selatan. Masyarakat diberikan program REDD dengan kompensasi US$ 79,5 per hektare, tapi pada akhir program, masyarakat tidak menikmati kompensasi.
Mereka bahkan harus membayar denda yang besarnya 200 persen dari kompensasi yang seharusnya diterima.
Menurut dia, hal itu muncul karena konsultan yang digunakan tidak mengenal betul kondisi di lapangan. "Konsultan yang mereka gunakan bukan pribumi dan itu menjadi permasalahan," tuturnya.
Dalam proyek REDD itu, masyarakat dialihkan pola hidupnya dari mengambil hasil hutan menjadi menanam. "Perusahaan tidak sadar bahwa masyarakat di sana tidak bisa menanam," kata dia.
Masalah di atas juga terjadi di Indonesia. Mumu Muhajir dari HuMa menjelaskan, masyarakat yang hidup di tepi hutan lindung ketika diajak berpindah, pola hidupnya sulit diubah.
"Masyarakat Ujung Kulon sampai sekarang tidak bisa menghentikan pengambilan hasil hutan untuk pemenuhan kebutuhan hidup mereka," kata dia.
Terkait pendanaan itu, menurut Steni, dari publik atau public fund, masih sulit jika diimplementasikan di Indonesia. "Kalau saya bertemu dengan pemerintah, mereka juga menolak usulan ini," kata dia.
Namun, Gregorio dari Civil Society mengatakan masyarakat Indonesia bisa diajak untuk mengumpulkan dana. "Kami bisa mengumpulkan dana untuk Prita atau Bilqish, bukan hal yang tidak mungkin untuk masalah ini juga dikumpulkan dari masyarakat," ujar dia.
Syaratnya, dia melanjutkan, dana tersebut dikelola dengan manajemen yang baik dan transparan.
Skema REDD muncul sebagai pengganti Protokol Kyoto yang berakhir pada 2012. Terdapat 109 aktivitas proyek REDD yang tercatat saat ini di dunia.
Sebanyak 44 proyek di antaranya ditujukan langsung untuk mengurangi emisi dari deforestasi dan kerusakan hutan. Sementara itu, sisanya untuk readiness activities yang ditujukan untuk membuat kerangka skema REDD.
arinto.wibowo@vivanews.com
• VIVAnews
0 comments:
Posting Komentar