Dulu mereka tidak puas dengan desain sepatu yang mereka beli. Dulu mereka juga mengeluhkan ketidaknyamanan alas kaki. Ketidakpuasan dan keluhan itu berubah menjadi kreativitas dan bisnis.
Dua bersaudara Andina Irvani (20) dan Nerissa Arviana (22) adalah orang-orang yang jeli melihat adanya peluang bisnis dengan kreativitas mereka. Andina dan Nerissa, yang biasa disapa Dina dan Icha, berbisnis sepatu unik yang motifnya dilukis melalui situs www.sepatulukis.com dan Twitter @slight_shoes.
Sepasang sneakers polos yang dilukis Dina, Agustus 2008, menjadi awal bisnis sepatu Spotlight. Dina, yang mahasiswi Desain Komunikasi Visual Universitas Bina Nusantara, ini melukis sneakers dari kanvas putih, atas permintaan Icha, dengan gambar anjing berbadan panjang yang gambarnya menyambung dari sepatu kiri ke kanan. Tak heran kalau gambar di sepatu kiri dan kanan pun berbeda.
”Ternyata sepatu yang dilukis Dina disukai teman-teman kuliah saya. Waktu banyak teman yang bertanya, insting bisnis saya keluar,” kata Icha, yang saat memulai bisnis masih kuliah di Sekolah Bisnis Manajemen Institut Teknologi Bandung.
Melihat peluang tersebut dan dengan modal Rp 1,5 juta, Icha dan Dina menjual sepatu lukis. Memanfaatkan teman-temannya yang jago melukis, Dina meminta bantuan mereka. Promosi dilakukan melalui blog yang akhirnya membuat sepatu lukis makin dikenal banyak orang.
Makin dikenal, pesanan pun semakin banyak. Dina dan Icha, yang menjalankan bisnis sambil kuliah, kewalahan. Icha harus selalu menyempatkan pulang ke Jakarta setiap akhir pekan untuk mengerjakan pekerjaan terkait promosi dan keuangan. Sementara Dina bertanggung jawab atas desain.
Untuk memperlancar bisnis, mereka memutuskan mencari pekerja pada Desember 2008. ”Kami meminta bantuan Pak RT untuk mencarikan orang di sekitar sini yang bisa melukis. Akhirnya ada tukang ojek, tukang bangunan, sampai penganggur yang jago lukis. Saat ini, kami punya lima orang yang membantu melukis dan satu orang yang membantu dalam pemesanan sehari-hari,” tutur Dina.
Sebagai bagian dari persaingan bisnis dengan usaha sejenis, Dina dan Icha tak hanya melukis di sepatu model sneakers yang mereka beli. Sejak pertengahan tahun 2009, mereka mendesain sendiri sepatu yang bergaya lebih modis, seperti boots dan wedges, untuk kemudian dibuatkan oleh perajin sepatu di Bandung. Sepatu-sepatu yang bermodel lebih modis tersebut digolongkan ke dalam kategori premium.
”Napaktilas”
Kreativitas seputar alas kaki juga datang dari Dian Herdiany (35) yang membuat sandal tali Napaktilas. ”Saya adalah penggemar sandal tali. Berdasarkan pengalaman, saya sering kesulitan mendapatkan sandal yang nyaman dipakai, tanpa melukai kaki. Makanya, sekarang saya buat sandal seperti ini,” kata Dian.
Seperti halnya Dina dan Icha, Dian Herdiany juga memilih jalur online untuk memperkenalkan desain sandal tali yang bisa dibuat sendiri pemakainya melalui http://tokonapaktilas.wordpress.com. Dian juga memanfaatkan orang sekitar untuk membuat sandal tali. Untuk menjahit tali dari kain katun yang panjangnya 1,2 meter, 1,5 meter, dan 2 meter, Dian meminta bantuan dari tukang jahit keliling.
”Untuk menyetrika tali, ada pembantu mertua yang saya beri penghasilan tambahan untuk menyetrika. Sementara tas untuk sandal dibuat Mbak Ani, orang yang dulu membantu saya sewaktu saya tinggal di Yogya,” kata Dian.
Sebelum menjalankan bisnis di Jakarta, Dian sudah merancang prototipenya sejak masih berdomisili di Yogyakarta. Di Kota Gudeg ini, Dian sibuk mengurus komunitas Kampung Halaman.
Maka, ketika dia kembali ke Jakarta pada awal tahun 2010, persiapan untuk membuat sandal Napaktilas tidak terlalu lama, hanya sekitar 3 bulan. Solnya dibuat oleh perajin sepatu di Bandung berdasarkan desain yang sudah dibuat. Sementara tali dari bahan kain dan tali sepatu serta manik-manik untuk penjepit tali dan penghias sandal dibeli sendiri di Jakarta.
Untuk sementara ini, sol yang dipakai masih berupa sol tipis dengan tebal sekitar 1 cm. Baru ke depannya, Dian berencana menambah model dengan sol model wedges sesuai permintaan konsumen.
Sandal tali kreasi Dian ini berbeda dengan sandal lain yang umumnya kita jumpai di toko-toko. Dian membebaskan konsumen mengkreasikan lilitan tali katun tersebut.
Maka, saat kita membeli satu paket sandal Napaktilas, kita akan mendapatkan sol yang belum dipasangi tali. Untuk satu paketnya, pembeli akan mendapat sepasang sol, dua pasang tali (polos dan bermotif), manik-manik untuk mengikat tali, kartu bergambar beberapa desain, dilengkapi tas yang terbuat dari kain. Karena bermaterikan kain katun, tali pun mudah untuk dililitkan di kaki. Selain itu, sandal terasa lebih nyaman saat dipakai.
Menjual keunikan
Desain unik menjadi andalan sandal Napaktilas dan sepatu lukis Spotlight. Dalam satu paket sandal yang sepasangnya dihargai Rp 185.000 (tanpa kotak) itu, pembeli akan mendapat dua pasang tali, polos dan bermotif. Konsumen juga bisa memilih jenis tali yang diinginkan melalui pemesanan secara online.
Tanpa memasangkan tali pada solnya, semula Dian bermaksud agar konsumen bisa mendesain cara melilitkan tali sekreatif mungkin. Untuk itu, dia tidak banyak menginformasikan cara menjalin tali tersebut. Di sebuah kartu yang disertakan dalam paket sandal, hanya ada beberapa foto variasi sandal yang sudah jadi.
”Tetapi, ternyata banyak yang kesulitan cara membuatnya. Sampai-sampai saya pernah melakukan tutorial melalui telepon kalau ada yang bertanya,” tutur Dian. Dian kini berencana akan membuat video cara mengikat tali untuk mengatasi kesulitan konsumennya.
Selain melalui desain jalinan tali, Dian berkreasi melalui pemilihan motif kain. Kalau pada awalnya hanya ada kain polos satu warna, sekarang ada kain dengan lapisan warna berbeda, tali sepatu, dan kain batik. Untuk ke depan, Dian berencana mengeksplorasi beberapa kain tradisional, seperti lurik, kain dari Baduy, dan tenun, untuk dijadikan tali.
Tema tradisional juga akan diangkat sepatu lukis Spotlight. Icha atau Dina berencana mempelajari motif batik dari beberapa daerah untuk dipakai pada motif sepatu. Rencana membuat koleksi motif batik ini diawali respons yang cukup baik pada salah satu desain sepatu premium yang dilukis dengan motif batik Betawi. Warna dasar sepatu ini adalah warna buah persik dengan motif burung, kupu-kupu, dan daun yang berwarna-warni.
Selain motif batik tradisional, desain lain yang sangat disukai konsumen adalah desain berbeda gambar dalam sepasang sepatu, seperti gambar Kepulauan Indonesia. Pulau Sumatera, Jawa, dan Kalimantan dilukis di sepatu kanan, sedangkan Pulau Sulawesi dan Papua di sepatu kiri.
”Terkadang konsumen juga menyerahkan desain sendiri. Ada yang ingin sepatunya dilukis nama dan nomor ponsel sendiri, dilukis wajah sendiri, sampai yang ingin bergambar Justin Bieber,” kata Dina.
sumber : http://female.kompas.com