Para eksekutif muda
Jumlah penduduk yang tergolong memiliki kehidupan mapan di Indonesia ternyata mengejutkan. Riset Standard Chartered Bank menyebutkan, jumlah orang mapan atau berpenghasilan Rp240 juta-500 juta per bulan mencapai 4 juta orang.
Jumlah itu menempati urutan ketiga negara di Asia (kecuali Jepang) setelah China dan India. Jumlah penduduk mapan China mencapai 23,3 juta orang, sedangkan India sebanyak 5,2 juta orang.
Jika dibandingkan dengan negara Asia, jumlah penduduk mapan Indonesia merupakan 9 persen dari populasi penduduk kaya Asia. Jumlah orang mapan Indonesia mengalahkan Korea (3,2 juta jiwa), Taiwan (1,8 juta jiwa), Malaysia (1,6 juta jiwa), Hong Kong (1,2 juta jiwa) dan Singapura (700 ribu jiwa).
Total jumlah penduduk mapan di Asia mencapai 42 juta orang pada 2009 dan diperkirakan meningkat menjadi 86 juta pada 2013. Sedangkan yang masuk golongan lebih makmur atau kalangan atas jumlahnya lebih sedikit, hanya 18 juta orang. Jumlah itu diramalkan kan melonjak 18 persen menjadi 35 juta orang pada 2013. Sementara itu, untuk level tertinggi atau super kaya jumlahnya mencapai satu juta dan diperkirakan meningkat menjadi dua juta pada 2013.
Jumlah populasi kalangan mapan di Asia meningkat 2,5 kali lipat dibanding kalangan atas. Sedangkan satu dari empat kalangan mapan akan meningkat menjadi kalangan atas pada tiga tahun mendatang. Orang mapan ini mempunyai beberapa syarat, yaitu penghasilan Rp240 juta ke atas setiap bulan atau melakukan investasi Rp150 juta per bulan.
Riset menunjukkan bahwa kalangan mapan di Asia meningkat sekitar 20 persen selama beberapa tahun belakangan. Mereka terdiri dari usia 25-40 tahun, atau didominasi kaum muda, profesional, eksekutif dinamis dan pasangan keluarga muda.
Dari sisi belanja, kalangan mapan itu menunjukkan peningkatan. Pada tahun 2000 jumlah yang mereka belanjakan hanya US$800 jut. Sepuluh tahun kemudian uang yang merka belanjakan melonjak menjadi US$30,2 miliar.
Pertumbuhan Spektakuler
Tak hanya riset Standard Chartered Bank, riset Credit Suisse Research Institute dalam laporan "Credit Suisse Global Wealth Report 2010' dan riset Merril Lynch Wealth Management, Bank of America dan Capgemini dalam laporan "Asia Pacific Wealth Report 2010" juga menyebutkan banyaknya miliarder Indonesia.
Selain kekayaan secara rata-rata, kedua riset itu lebih menyoroti mereka yang masuk dalam kategori high net worth. Ini adalah istilah yang kerap mereka gunakan untuk menyebutkan seseorang yang memiliki harta atau kekayaan minimal US$1 juta atau Rp9 miliar.
Menurut Credit Suisse, di Indonesia jumlah pemilik kekayaan bersih di atas Rp9 miliar diperkirakan mencapai 60 ribu orang dewasa. Sebagian besar (80 persen) kekayaan orang Indonesia tersebut diinvestasikan dalam instrumen non finansial, seperti properti baik bangunan dan tanah.
Bukan hanya untuk kelompok miliarder, secara keseluruhan, Credit Suisse mencatat rata-rata kekayaan orang Indonesia meningkat lima kali lipat dalam sepuluh tahun terakhir. "Ini adalah pertumbuhan spektakuler di dunia," kata Walter Berchtold, CEO Private Banking Credit Suisse dalam laporannya.
Di Indonesia, secara rata-rata, kekayaan bersih 150 juta warga dewasa rata-rata lebih dari US$2.300 pada tahun 2000. Sekarang, sudah melonjak menjadi US$12.000. Salah satu sumber kenaikan kekayaan warganya adalah dari kenaikan harga properti dalam satu dekade ini.
Sedangkan, menurut Merrill Lynch dan Capgemini jumlah miliarder Indonesia sebanyak 24 ribu orang yang memiliki kekayaan bersih di atas Rp9 miliar dengan total harta US$80 miliar.
Banyaknya orang mapan di Indonesia menunjukkan adanya peningkatan pendapatan penduduk. Saat ini, pendapatan per kapita Indonesia US$3000 atau Rp27 juta per tahun. Pemerintah menargetkan pendapatan per kapita pada 2025 menembus US$12.900-16.100 pert ahun atau sekitar Rp116-145 juta per tahun.
Menurut Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Rusman Heriawan, kenaikan itu disebabkanoleh pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan mencapai sekitar enam persen atau lebih, yang pada gilirannya akan meningkatkan Produk Domestik Brutto. "Dampaknya akan lebih bagus jika pertumbuhan PDB lebih cepat dibanding laju pertumbuhan penduduk," ujarnya.
Jika momentum pertumbuhan terus dijaga, kata Rusman, pertumbuhan akan bisa mencapai tujuh persen atau lebih. Makin bergairahnya perekonomian nasional akan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi dan pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan per kapita.
Ekonom Dradjad Hari Wibowo menilai ada sejumlah penyebab mengapa kelompok kelas menengah ini mengalami pertumbuhan pesat. Dradjad mengistilahkan mereka sebagai kelompok orang kaya baru Indonesia.
Pertama, tingkat pendidikan masyarakat Indonesia yang semakin membaik. Belakangan ini, semakin banyak penduduk yang mengenyam akses pendidikan sejak diberlakukannya wajib belajar dulu. "Makin banyak sarjana dan pasca sarjana."
Kedua, reformasi ekonomi dan politik telah menciptakan banyak orang kaya baru terutama dari perkebunan, pertambangan khususnya batu bara dan sebagian kehutanan. Kalau sebelumnya akses terhadap kekayaan sumber alam hanya dikuasai kelompok terbatas, sekarang lebih meluas ke elit-elit politik, daerah, ormas.
Ketiga, imbas dari booming sektor keuangan, teknologi informasi dan industri kreatif menciptakan orang kaya baru dari kelompok muda. Kelompok ini perlu diperbesar. Booming ini bukan hanya terjadi di sektor industri. Namun, sektor pertanian juga berkembang lebih pesat. Ini merupakan resep yang ampuh untuk mengentaskan penduduk miskin.
Kaum Miskin Masih Besar
Meningkatnya kaum mapan itu apakah berarti penduduk miskin di Indonesia berkurang?
Mengenai hal itu, Chief Economist Danareksa Research, Purbaya Yudhi Sadewa, mengatakan, "Meski angka kemiskinan menurun, namun jumlahnya masih besar."
Data menunjukkan, prosentase angka kemiskinan hanya turun 0,9 poin dari dari 14,2 persen pada 2009 menjadi 13,3 persen pada 2010. Bila dilihat jumlah, penduduk miskin Indonesia turun dari 32 juta jiwa menjadi 31,02 juta pada 2010.
Perhitungan Purbaya, untuk mengurangi angka kemiskinan secara berkesinambungan, pemerintah harus berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi 6,7 persen atau lebih baik bisa mencapai 7 persen. Pertumbuhan ekonomi ini, kata dia, tidak boleh terkonsentrasi pada kalangan tertentu, seperti kelas menengah ke atas.
Ia mencontohkan Mesir mempunyai pertumbuhan ekonomi cukup tinggi, yaitu 7 persen pada 2006-2008, dan melambat menjadi 5 persen pada 2009. Namun angka kemiskinan tidak turun secara merata. Akibatnya timbul keresahan sosial karena ketimpangan tersebut.
• VIVAnews
0 comments:
Posting Komentar