Pria sering menggunakan kekerasan fisik dan emosional untuk mengontrol keluarganya
Woman, please let me explain/ I never meant to cause you sorrow or pain/ So let me tell you again and again and again/ I love you (yeah yeah), now and forever....
Wow... indahnya lagu Woman yang dilantunkan John Lennon ini. Alangkah senangnya bila semua laki-laki bisa memahami wanita, mencintai dengan segala kelebihan dan kekurangannya, dan menyadari bila salah satu hal yang dilakukannya telah menyakiti hati wanita yang menjadi pasangan hidupnya.
Sayang, lirik lagu ini baru sekadar menjadi angan-angan bagi sebagian perempuan. Catatan tahunan kekerasan terhadap perempuan (Catahu KtP) tahun 2010 yang dirilis oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menunjukkan, dari 105.103 kasus yang ditangani oleh 384 lembaga pengada layanan, 101.128-nya terjadi di ranah personal. Kasus kekerasan terhadap istri masih paling banyak, yaitu 98.577 kasus. Selebihnya, terdapat 1.299 kasus kekerasan dalam pacaran, dan 600 kasus kekerasan terhadap anak perempuan.
Meskipun negara telah berupaya memberikan perlindungan melalui UU tentang Penghapusan Kekerasan di Dalam Rumah Tangga pada tahun 2004, jumlah laporan kasus kekerasan dalam rumah tangga tetap saja tinggi. Bahkan menurut catatan Komnas Perempuan, sejak tahun 2007 hingga kini, penyikapan negara berjalan lamban atas kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan yang terus terjadi tanpa penyelesaian berarti.
Apa yang sebenarnya terjadi dalam rumah tangga yang penuh kekerasan? Mengapa pria melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap istri, pendamping hidupnya, ibu dari anak-anaknya?
Pria yang melakukan domestic violence sering kali dikatakan tumbuh dalam keluarga dengan ayah yang juga melakukan kekerasan terhadap istri dan anak-anaknya. Namun, hal ini sebenarnya tak bisa dijadikan pembenaran. Dalam kenyataannya, kebanyakan pelaku KDRT
sumber : http://female.kompas.com/
0 comments:
Posting Komentar