Konflik berujung bentrok fisik kerap mewarnai wajah publik kita. Di jalanan sampai gedung parlemen. Jakarta sempat mencekam akibat perkelahian di Koja. Makasar saban hari rusuh mahasiswa dan polisi. Publik cemas dan waswas. Pembangunan masyarakat harmoni kian sulit terwujud. Padahal, Indonesia punya falsafah Bhineka Tunggal Ika. Unity in diversity.
Kita sering mendengar joke bahwa orang Batak itu ada dua, yaitu keras dan keras sekali. Orang Sunda terkenal sopan dan ramah. Wajah Indonesia dibentuk oleh ungkapan demikian. Namun, kita satu kesatuan.
Masyarakat Harmoni
Menciptakan masyarakat harmoni tidak sekejap mata. Namun, kita punya akar tradisi budaya yang kuat. Ben Anderson berkata bahwa nation state adalah imagine community. Namun, Indonesia mewujudkan imajinasi tersebut dalam satu kata, Indonesia. Indonesia diikat oleh pluralitas. Kemajemukan. Realitas ini diangkat para founding father kita ke dalam konstitusi.
Indonesia bukan negara agama. Namun, bukan pula negara tak beragama. Kita punya Pancasila. The one and only in the world. Menjadi harmoni bukan berarti menjadi sama. Merujuk pada istilah Voltaire, “agree to disagree”. Kita memberi ruang pada yang lain. Pluralitas adalah realitas. Toleransi adalah konsekuensi. Harmoni tidak hadir dalam ruang hampa, tetapi harus kita isi oleh semangat toleransi tersebut.
Harmoni tidak bisa berdiri sendiri. Hukum mana pun tidak bisa menciptakan harmoni jika itu tidak timbul dari kemauan. Harmoni Indonesia berarti harmoni komunal, bukan harmoni individual. Kita tidak boleh terjebak pada identitas tunggal. Agama, ras, dan suku. Harmoni komunal bukan berarti harmoni sesama ras, agama, dan suku tertentu semata, melainkan harmoni secara utuh.
Mengeja Indonesia
Mengeja Indonesia dalam sepak bola adalah INA, IDN, dan sebagainya. Namun, mengeja Indonesia dalam arti keindonesiaan berarti mengeja pluralitas. Menghargai kemajemukan. Kita harus paham bahwa berbeda adalah kodrat (kepastian). Tidak ada orang yang bisa mengingkari hal ini. Anak kembar pun mempunyai perbedaan gen. Kita sebagai bangsa majemuk pasti akan punya perbedaan itu.
Harmoni harus lahir dari semangat perbedaan. Memberi ruang pada yang lain. Tidak ada orang yang seratus persen benar pun tidak orang yang seratus persen salah. Jadi, ego per orang atau kelompok harus bisa ditekan. Seperti kata ulama besar, “Kita boleh benar dan mereka bisa jadi salah. Namun, mereka bisa jadi benar dan kita salah." Merintis pembangunan masyarakat harmoni membuka jalan bagi perbedaan untuk tampil dan dihormati.
0 comments:
Posting Komentar