JAKARTA, — Aktivis mahasiswa 1970-an, Hariman Siregar, mengajak untuk tetap menjaga proses demokratisasi karena pemerintahan setelah reformasi tidak otomatis melaksanakan demokrasi yang berujung pada meningkatnya kesejahteraan rakyat.
Pernyataan tersebut merupakan sambutan tokoh mahasiswa yang terkenal melalui demonstrasi mahasiswa Malari pada 15 Januari 1974 pada ulang tahun ke-11 Indonesia Democracy Monitor (Indemo) sekaligus peluncuran buku Hariman & Malari, Gelombang Aksi Mahasiswa Menentang Modal Asing di Graha Bakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Sabtu (15/1/11) malam.
"Keadaan kita saat ini sudah keterlaluan, bagaimana Gayus bisa bilang jadi staf ahli Kapolri. Tetapi, masih ada orang-orang seperti kita, masih berani melawan. Kita jangan diam," kata Hariman.
Di depan tamu yang memenuhi Graha Bakti Budaya, Hariman mengatakan, dia malu bikin buku tentang dirinya. Akan tetapi, teman-temannya meyakinkan kelebihan Hariman, yaitu cerita tentang perjalanan menjaga demokrasi di Indonesia dari pemimpin yang otoriter. "Saya pikir benar juga. Yang jelas cerita di buku ini bukan cerita bohong," katanya.
Menurut dia, buku dan acara ini bukan nostalgia, tetapi meneruskan perjuangan dulu yang belum selesai, bersikap kritis terhadap pemerintah untuk menjaga proses demokrasi. Konsekuensi demokratisasi adalah peran kritis mahasiswa diambil alih parpol-parpol yang, menurut Hariman, sudah membajak demokrasi. Yang diperlukan adalah masyarakat yang ikut aktif mengontrol jalannya demokrasi agar kekayaan alam Indonesia benar untuk kesejahteraan seluruh rakyat.
Tamu yang hadir, antara lain, Lili Wachid, Chris Siner, Daud Sinyal, Cosmas Batubara, Sukardi Rinakit, Wiranto, Yudi Latif, Anwar Nasution, Christine Hakim, Adnan Buyung Nasution, Rachman Toleng, Rizal Ramli, dan Rosihan Anwar.
sumber : KOMPAS.com
0 comments:
Posting Komentar