Amr Abdallah Dalsh
Kairo - Front Nasional untuk Perubahan, sebuah koalisi kelompok oposisi di Mesir, mengultimatum Presiden Husni Mubarak untuk mundur paling telat Jumat ini. Mereka akan mendesak penguasa Mesir yang telah berkuasa selama 31 tahun itu untuk turun melalui demonstrasi dalam jumlah yang kian besar.
"Apa yang telah kami mulai tak mungkin lagi kembali," kata Mohammed ElBaradei, penerima Nobel Perdamaian yang kini menjadi juru bicara koalisi.
Kelompok anak muda yang menamakan diri Gerakan 5 April, misalnya, akan menggerakkan demo raksasa hari ini dengan jumlah pengunjuk rasa lebih dari sejuta orang ke Kairo. "Kami tak ingin hidup kembali normal sampai Mubarak pergi," ucap Israa Abdel-Fattah, salah satu pendiri gerakan yang menggalang dukungan lewat situs jejaring sosial itu.
Sebanyak 30 dari 40 perwakilan kelompok antipemerintah itu bertemu kemarin untuk membahas satu strategi penyatuan menggusur Mubarak, yang dipersalahkan atas meluasnya kemiskinan, inflasi, dan kebrutalan selama 30 tahun berkuasa. Di dalam kelompok ini bergabung pula Ikhwanul Muslimin, yang menjadi seteru abadi Mubarak.
Adapun Mubarak, dalam upaya menunjukkan perubahan, telah menyusun pemerintahan baru. Tapi jajaran kabinet yang didominasi figur rezim lama disambut dengan jijik oleh para demonstran, yang berkemah untuk hari keempat di pusat Kairo, Tahrir Square atau Bundaran Merdeka.
"Ia sudah hidup bermewah-mewah, padahal hidup layak saja sudah cukup bagi dia. Sekarang waktunya pergi," ujar Wail Syaban, 35 tahun, seorang sopir taksi, kepada koresponden Tempo, Akbar Pribadi, di Tahrir Square kemarin.
Demonstrasi besar sepanjang sepekan di seantero Mesir itu telah menewaskan lebih dari 100 orang. Kondisi di seluruh kota pun memburuk. Warga asing mulai diungsikan dari Mesir, tak terkecuali warga Indonesia. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah memerintahkan mengevakuasi lebih dari 6.000 warga Indonesia di Mesir.
Sementara itu, militer Mesir kini tampil memegang kunci takdir Mubarak. Mereka sementara tampak tidak menarik dukungan untuk Mubarak, tapi juga membiarkan demonstran menggelar unjuk rasa.
Di Kairo, saksi mata menyebutkan demonstran dan tentara saling mendukung. Mereka berbagi teh dan kudapan, berdiri di tank-tank yang dipulas aneka graffiti anti-Mubarak. Salah satu banner di Tahrir Square tertulis: "Tentara harus memilih antara Mesir dan Mubarak".
Menurut pantauan koresponden Tempo, polisi sejak kemarin siang sudah kembali dikerahkan mengamankan ketertiban, tapi tidak buat menghalau demonstran.
Sebelumnya, keluarga Mubarak dilaporkan telah terbang ke Inggris. Istrinya, Suzanne Mubarak, dan anak perempuannya mengungsi ke London dengan pesawat jet pribadi, Ahad malam lalu. Press TV melaporkan keluarga Mubarak membawa lebih dari 100 koper.
Mereka bergabung dengan Gamal, anak kedua Mubarak yang telah lebih dulu sampai di London pekan lalu. Beberapa tweet Twitter menyebutkan, mereka mungkin menuju Wilton Place, Westminster. Situs Al-Jazeera mendapat informasi bahwa keluarga itu tinggal di kawasan elite di pusat London.
sumber : www.tempointeraktif.com
0 comments:
Posting Komentar